Selasa, 12 Maret 2013

MASALAH KLASIK TEMAN LAWAS

Hari ini hari yang cukup melelahkan buatku. Sebenarnya tidak ada perasaan mencurigakan tentang kronologi episode tentangku hari ini. Tepat pukul 9 pagi aku udah bersiap-siap untuk berangkat ke kos. Seperti biasanya, motor kesayanganku terlihat bersih, rapi, bensin udah full, dan check up ban, lampu, dan bagian lainnya juga udah beres. Tak lupa aku berpamitan ibu tercinta dan adikkku. Tapi hari ini berbeda, kebetulan nenekku sedang berkunjung ke rumah, jadi sungkemnya ditambah satu. hehe.
Jalan yang ku lalui tak keluar dari jalur biasanya. Yah, jujur saja sebenarnya sedikit bosen. Tapi gimana lagi, itu kan satu-satunya jalan tersepi sekaligus tercepat menuju kediri. Menurut kebanyakan orang sih gitu.
Perbukitan dan beberapa belokan tajam telah aku lewati dengan lancar. Dari kejauhan sudah terlihat jelas dataran rendah, menandakan jalan mulai memasuki jalan raya menuju kota. Pelan-pelan ku mengendarainya karena bertepatan dengan hari libur nasional, jadi jalanan dipenuhi kendaraan yang mau berwisata ke pantai di daerahku.
Brakk....Tiba-tiba aku merasakan goyangan dari bagian belakang motorku. Ternyata ban dalam motor belakangku terkena batu tajam dan akhirnya bocor. Untunglah saat itu aku berada dekat dengan tukang tambal ban. Jadi, tak lelah-lelah ku menuntunnya. Hanya berjarak seratus meter sudah nyampek. Kali ini sang dewi fortuna masih setia menemani perjalananku. Alhamdulillah. Ucapku dalam hati.
Pak tambal ban lalu mengotak atik kebocoran ban motorku. Eh ternyata ada satu lubang kecil pada ban dalam motorku. Sedihnya lagi, kata beliau, ban luar belakang motorku waktunya mengganti. Hiks hiks. Perasaan ban itu sudah aku ganti beberapa bulan yang lalu. Kok bisa rusak lagi. Apa iya karena ban second itu imitasi, ataukah memang sudah bobrok. Sudahlah, yang penting sekarang gimana caranya biar aku bisa nyampek di kediri.
Karena isi dompet lagi menipis, terpaksa aku urungkan mengganti ban luar belakang motorku. Untuk sementara, pak tambal ban melapisi ban luar belakangku dengan ban dalam miliknya yang sudah nggak dipake. Baiknya lelaki berkumis tebal itu. Cukuplah buat modal nyampek kediri. Doaku dalam hati. Tapi aku tak yakin langkah itu berhasil. Terima kasih, begitu ucapku agak sungkan. Lalu aku pun melanjutkan perjalanan.
Ku susuri jalan biasanya dengan hati yang masih ragu dan gundah. Dikit-dikit aku menengok ke arah belakang bawah. Seperti tak tega. Alhamdulillah aku pun sudah memasuki wilayah kota kediri dengan selamat tanpa ada gangguan dengan penyakit kronis ban motorku. Tinggal jarak tiga kilometer lagi sudah nyampek kos. Alhasil,  pikiran semua itu pupus sudah. Musibah sejam yang lalu terulang kembali. Ban belakangku terasa goyang-goyang lagi. Padahal tak ada angin kencang waktu itu. Yakinlah, itu mungkin penyakit banku kambuh. Oh tidak, ternyata tidak salah lagi. Pikirku, mungkinkah perjalananku akan berakhir di sini. Haruskah aku mengganti banku dengan bermodalkan isi dompet yang ngepas ini. Pikirku panjang.
Tanpa banyak bicara, aku pun membawa motorku ke tukang tambal ban. Dua kali dalam sehari. Sungguh pengalaman yang mengesankan. Kali ini aku harus menuntun motor yang memiliki berat mungkin sampai sepuluh kali berat badanku itu cukup jauh. Cuaca yang cukup terik menambah semangatku unuk memacu langkahku menuju tulisan tambal ban dan ganti oli pinggir jalan. Sang dewi fortuna lagi-lagi setia menemaniku menunggu ban motorku di perbaiki oleh pak tambal ban. Ia duduk di sampingku dengan mukanya yang kusut, tapi tak sekusut raut wajahku yang semakin redup, redup, dan tinggal satu watt karena ngantuk yang tak tertahankan. Kali ini ada lubangan baru berjumlah dua di ban dalam motorku. Jika diakumulasi berarti nanti kini ada tiga tambalan yang menodai ban dalam motorku. Sungguh malang nasibnya, juga nasibku hari ini. Alhamdulillah, begitu ucapku tetap bersyukur atas musibah yang tiap kali aku jalani. Mungkin dibalik semua itu ada hikmah yang luar biasa.
Tanpa pikir panjang, aku pun meminta pak tamban ban agar mengganti ban belakang luar motorku. Sudah lelah ku merawat ban tuaku itu. Maaf, waktunya kini engkau ku ganti dengan yang baru dan yang masih muda. Tugas muliamu kini harus berhenti di bengkel ini. Ku buang engkau dengan perasaan sedih bercampur bahagia.
Satu jam lamanya aku menunggu pak tambal ban menambal dan mengganti ban belakang motorku. Sungguh kalem beliau kerjanya. Sampek-sampek ku lupa dengan rasa kantukku.
Akhirnya beliau menyelesaikannya tepat berbarengan dengan kentongan mushola sebelah bengkel berbunyi. Menandakan waktunya panggilan sholat dhuhur sekaligus menandakan lama perjalananku menciptakan rekor baru. Tiga jam lebih.
Alhamdulillah aku pun sampai kos dengan selamat. Hari-hariku kali ini diwarnai dengan permasalahan motor. Maklumlah sudah tua, waktunya didegradasi dan diganti dengan yang fresh. Tentunya demi kelancaran perjalananku di kemudian hari. Terima kasih buat pak tambal ban. Ucapku sebelum tidur.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar